Penguasaan atas tanah di negara ini kerap diwarnai oleh banyaknya kebijakan pertanahan yang kapitalistik cenderung melahirkan ketidakadilan. Berbagai kasus dan kondisi objektif menunjukkan bahwa arah kebijakan di bidang pertanahan dapat berimbas pada perlindungan dan pengakuan hak atas tanah masyarakat terutama kaum petani yang mengandalkan tanah sebagai basis modal utama dalam kehidupannya. Namun wajib kita sadari dan tidak menutup mata, jika konflik agraria tidak terselesaikan, maka wajah keadilan & kesejahteraan akan tercoreng. Tidak hanya itu, kepastian hukum akan semakin absurd, dengan membiarkan konflik ini berlarut-larut.
Kasus sengketa dan konflik agraria di Desa Perambahan Baru Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan yang sampai hari ini sedang dilanda konflik antara warga transmigrasi dengan PT. Tunas Baru Lampung, konflik ini sudah lama terjadi namun hingga hari ini belum menemukan titik terang dalam rangka penyelesaian. Kemudian kasus ini berkembang bukan hanya konflik dengan PT. TBL akan tetapi dengan beberapa warga yang mengklaim memiliki lahan di atas lahan eks transmigrasi yang sudah bertahun-tahun digarap warga Desa Perambahan Baru.
Penyelesaian konflik lahan seharusnya dilakukan dengan mediasi yang melibatkan pemerintahan setempat dan tidak dengan cara-cara intimidatif bahkan mengarah kepada tindakan refresif, anarkis dan premanisme berupa pemukulan dan pengerusakan. Apa bila dalam proses penyelesaiannya terjadi tindakan-tindakan premanisme yang intimidatif dan aksi anarkis, menunjukkan bahwa sampai dengan hari ini pemerintah tidak mampu mengambil peran maksimal untuk perlindungan kedaulatan rakyat atas tanah. Padahal jelas tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 “bumi dan air dan kekayaan alam yg terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dengan pedoman tersebut sudah seharusnya pemerintah mengambil langkah langkah tegas dalam penangan konflik agraria yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, mengingat bahwa permasalahaan agraria ini menyangkut kemaslahatan dan keberlangsungan hidup rakyat Indonesia. Hendaknya konflik agraria ini tidak lagi diwarnai dengan tindakan refresif dan intimidatif dari pihak pihak tertentu kepada warga. Jangan sampai warga dibenturkan dengan aparat atau oknum yang tidak bertanggung jawab dalam penyelesaian konflik lahan ini.
Terkait hal tersebut di atas, saya Siti Nurizka Puteri Jaya. S.H,. M. H. Anggota DPR RI Komisi III Fraksi Gerindra menyatakan sikap bahwa:
1. Mengecam keras tindakan premanisme yang intimidatif dan aksi anarkis yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam penyelesaian kasus agraria di Desa Perambahan Baru.
2. Meminta Aparat kepolisian Khususnya Kapolri & Kapolda Sumatera Selatan untuk memberikan atensi mengusut tuntas kasus premanisme berupa intimidasi dan pengerusakan rumah yang dialami oleh Kepala Desa Perambahan Baru bersinergi dengan Jajaran Polres Banyuasin.
3. Siti Nurizka Puteri Jaya, S.H., M.H. Sebagai Anggota DPR RI Akan tetap Mengawal dan mendukung upaya-upaya hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sebagai mitra komisi 3 untuk memberantas mafia tanah di wilayah hukum Sumatera Selatan sesuai Instruksi Presiden
4. Mendukung aksi solidaritas Forum Kades Sriwijaya dalam upaya menegakan keadilan terhadap kasus pelaku premanisme yang dilakukan kepada Kades Perambahan Baru.
Saya Siti Nurizka Puteri Jaya Anggota DPR RI Komisi 3 akan terus mengawal kasus intimidatif terhadap Kepala Desa Perambahan Baru ini sampai Keadilan ditegakan
Jakarta, 31 Mei 2023